Minggu, 06 Maret 2016

SEJARAH BERDIRINYA RAPI

Radio Antar Penduduk Indonesia (disingkat RAPI) adalah sebuah organisasi sosial nirlaba di Indonesia yang beranggotakan pengguna perangkat radio komunikasi.
Sesuai dengan namanya, anggota RAPI menggunakan perangkat radionya untuk berkomunikasi dengan sesama anggota masyarakat lainnya. Sebagai dasar verifikasi identitas pengguna perangkat radio digunakan call sign JZ (baca: Juliet Zulu) untuk semua anggotanya tanpa pembedaan hirarki.
KRAP atau Komunikasi Radio Antar Penduduk adalah suatu system komunikasi radio yang nama aslinya Citizen Band (CB).
Sejak tahun 1958 dinegara asalnya, Amerika Serikat pemakaian KRAP secara resmi di legalisir.  Badan yang mengelolanya adalah Federal Communications Commission (FCC). KRAP memang diperuntukkan bagi anggota masyarakat terutama sebagai sarana komunikasi radio bila masyarakat mendapat kesulitan. Kesulitan tersebut, dapat berupa kehabisan bahan bakar ditengah jalan, kecelakaan lalu lintas yang membutuhkan pertolongan segera, terjadi tanah longsor atau sekedar menanyakan alamat tertentu. Oleh karena itu kebanyakan pesawat KRAP dipasang diatas kendaraan, begitu mendapat kesulitan dijalan KRAP-lah yang siap membantu. Di Amerika KRAP telah begitu memasyarakat sehingga beberapa instansi resmi secara aktif ikut terjun di dalamnya. Instansi yang dimaksud diantaranya kepolisian, SAR, pemadam kebakaran dan penanggulangan kecelakaan. Instansi-instansi ini selalu memonitor pada suatu jalur tertentu (sekarang menggunakan jalur 9) yang disebut “jalur gawat darurat” apabila terdengar berita yang sifatnya meminta bantuan, maka instansi yang bersangkutan siap membantunya.

Kegunaan KRAP bukan hanya seperti yang disebut diatas saja, melainkan lebih luas lagi misalnya untuk menunjang pelaksanaan pembangunan gedung – gedung seperti pemberi komando bagi para pekerja dan banyak dimanfaatkan untuk keperluan sport dan lain sebagainya.

Tidak setiap Negara mengijinkan pemakaian KRAP.  Hanya beberapa Negara tertentu saja yang melegalisir penggunaan KRAP.

Sejarah masuknya KRAP di Indonesia secara tepat sulit untuk ditelusuri, namun jelas penggunaan pesawat KRAP di Indonesia telah cukup lama. Pesawat–pesawat KRAP banyak digunakan secara gelap-gelapan, misalnya digunakan Satpam perkebunan sebagai sarana komunikasi pengamanan kebun dan banyak pula yang digunakan untuk menghubungkan dari tempat yang satu ketempat yang lain, hal ini terjadi beberapa tahun yang lalu sewaktu sarana telpon sulit diperoleh.

Dengan semakin berkembangnya perdagangan antar Negara dan kemudahan masuknya barang-barang impor ke Indonesia maka perangkat CB atau KRAP tak ketinggalan ikut masuk ke Indonesia. Pada tahun 1975 adalah merupakan awal tumbuhnya pemakaian KRAP untuk komunikasi yang bersifat hoby. Pemilik KRAP yang satu saling berhubungan dengan yang lain yang akhirnya tumbuh rasa kebersamaan dan membentuk kelompok-kelompok yang sehaluan. Tumbuhnya pemakaian KRAP semula hanya terbatas dikota-kota besar saja seperti Jakarta, Bandung dan Medan, akan tetapi dalam beberapa saat saja telah menjalar kekota-kota kecil. Disatu kota saja timbul beberapa kelompok yang menyebut dirinya organisasi yang seakan-akan telah resmi, sedangkan tak ada satu Organisasi KRAP yang resmi sebelum akhir 1980. Dapat dikatakan pemakaian KRAP sampai akhir tahun 1980 merupakan pelanggaran, karena belum ada satu aturan pun yang mensyahkannya.

Pemerintah setelah melihat kenyataan tak dapat melarang begitu saja dalam hal ini pemakaian KRAP, di samping itu mengingat komunikasi radio tersebut tidak boleh digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang merugikan Negara dan masyarakat dan diperlukan ketentuan-ketentuan persyaratan serta perijinan komunikasi radio antar penduduk, maka Menteri Perhubungan menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI, 11/HK 501/Phb-80 tentang Perijinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk tanggal 6 Oktober 1980.

Seperti di Amerika Serikat, Indonesia juga memberlakukan frekwensi 26,965 sampai 27,405 MHz, untuk keperluan komunikasi antar penduduk. Frekwensi ini dibagi menjadi 40 aluran (channels) sama dengan di AS. Aluran 9 telah diatur untuk penyampaian berita gawat darurat yang menyangkut keamanan Negara, ketertiban umum, keselamatan jiwa dan harta benda.

Sekalipun sama-sama menggunakan gelombang radio, KRAP berbeda dengan Radio Amatir. Masing-masing dibatasi dalam penggunaan gelombang radio yang dijatahkan dalam penggunaannya.

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SI, 11/HK 501/Phb-80 tentang Perizinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk yang bertugas antara lain membantu pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan terhadap para penyelenggara  Komunikasi Radio Antar Penduduk.  Untuk keperluan pembinaan, pengelolaan dan pengendalian organisasi tersebut perlu segera ditetapkan susunan Pegurus Pusat organisasi tersebut. Oleh karena itu Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi pada tanggal 31 Oktober 1980 dengan suratnya Nomor 6356/OT.002/Ditfrek/80 menunjuk kelompok formateur, yaitu :                  
  1. Soedarto 
  2. Eddie M Nalapraya
  3. Soetikno Buchari
  4. A. Pratomo Bc.T.T
  5. Lukman Arifin SH                
Tugas formateur tersebut adalah :  
  1. Menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari Organisasi KRAP tingkat pusat. 
  2. Menyusun Pengurus Pusat dari organisasi KRAP.
Setelah dilakukan musyawarah dengan berbagai pertimbangan maka akhirnya terbentuklah susunan keanggotaan Pengurus Pusat Organisasi Radio Antar Penduduk yang disingkat RAPI yang mempunyai masa kerja selama dua tahun.

Didirikannya organisasi RAPI sebagai satu-satunya organisasi bagi para penyelenggara Komunikasi Radio Antar Penduduk, dengan demikian tak ada lagi Organisasi lain yang sah selain RAPI yang berhak mengelola KRAP.

Organisasi tersebut didasarkan atas Keputusan Dirjen Postel Nomor 125/Dirjen/1980 Dirjen Postel menetapkan KEPUTUSAN DIREKTUR JENDRAL POS DAN TELEKOMUNIKASI TENTANG PENDIRIAN DAN PENGANGKATAN PENGURUS PUSAT ORGANISASI RADIO ANTAR PENDUDUK, tertanggal 10 Nopember 1980. Kemudian mengangkat Bapak Eddie M Nalapraya sebagai Ketua Umum yang pertama.

Tanggal 10 November kemudian diperingati sebagai Hari Ulang Tahun RAPI.Tugas utama organisasi RAPI adalah membantu pemerintah dalam membina dan melaksanakan pengawasan terhadap pengguna KRAP di Indonesia. Pengurusan RAPI Pusat dari tahun 1980 – 1984 benar-benar bekerja keras dalam mewujudkan terbentuknya kepengurusan tingkat propinsi / daerah. Sampai akhir tahun 1984, 26 Daerah Tingkat I telah terbentuk kepengurusan dangan jumlah anggota lebih dari 20.000 orang seluruh Indonesia kecuali Timor-timor.  

MASA TRANSISI 1985 – 1992Perkembangan Organisasi RAPI yang demikian pesat, secara tiba-tiba terganggu oleh kebijakan Menparpostel melalui SK. No. KM. 48/PT.307 MPP/1985 dimana pengguna fasilitas perangkat 11 meter akan dihapus secara bertahap dari KRAP dan diganti dengan perangkat 62 cm (UHF) yang jarak jangkauannya hanya tetangga.
Gencarnya seluruh anggota RAPI didalam upaya mempertahankan KRAP dengan perangkat 11 meter (HF melalui berbagai upaya yang positif, telah mengetuk hati Menparpostel dengan mengendurkan batas waktu terakhir penggunaan perangkat 11 meter (HF) dari tahun 1989 menjadi tahun 1994 melalui SK.

Menparpostel No. KM. 79/PT.307/MPPT/87, yang disampaikan pemberitahuannnya oleh Menparpostel langsung pada Munas RAPI ke II tahun 1987 di Cipayung tanggal 27-29 November 1987.Kemudian pada waktu Munas ke III di Bandung tanggal 25-27 Juni 1993 warga RAPI secara lisan telah mendengar langsung dari Bapak Dirjen Postel, bahwa rencana penghapusan penggunaan perangkat 11 meter band (VHF) yang bekerja pada frekwensi 142.000 – 143.600 MHz. MASA KEBANGKITAN RAPI               

Melalui SK Dirjen Postel No.92/Dirjen/94 tanggal 25 Juli 1995 ditetapkan bahwa KRAP bekerja pada 3 Band, yaitu : 
  1. HF (11 meter)              = 26.960    –  27.410 MHz
  2. UHF (62 cm)                = 476.410  –  477.415 MHz 
  3. VHF (2 meter)             = 142.000  –  143.600 MHz 
Dengan ketetapan baru ini, gairah anggota bangkit untuk aktif lagi di RAPI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar